Gelombang perubahan terus datang tanpa henti, dan siapa yang tidak siap akan tertinggal. Buku Inspiring Teaching mengawali bagian penting tentang “Mengapa Harus Melakukan Self Continuous Improvement” dengan penekanan kuat bahwa perubahan adalah dasar dari proses belajar. Dalam salah satu ayat yang dikutip, QS. Ar-Ra’d: 11, Allah menegaskan: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Inilah titik tolak yang disorot penulis. Setiap insan pembelajar harus memiliki kesadaran bahwa dunia tidak berhenti bergerak. Bukti perubahan bisa kita lihat dari metamorfosis kupu-kupu hingga fenomena bioritme tubuh manusia. Penelitian menunjukkan bahwa siklus biologis mengatur proses pertumbuhan makhluk hidup, dan ini mencerminkan pentingnya beradaptasi.
Wibowo dan tim (2002) bahkan merinci 10 tren besar yang akan dan sudah mengubah wajah masyarakat, termasuk era komunikasi instan, perdagangan digital, perubahan bentuk kerja (dari manpower ke mindpower), hingga eksplorasi teknologi otak. Dunia pendidikan tidak mungkin netral terhadap tren ini.
Bahkan guru sebagai ujung tombak pendidikan, tak luput dari tuntutan perubahan. Kurikulum berganti, murid berubah, tantangan semakin kompleks. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas diri menjadi wajib. Dalam catatan evaluasi pelatihan guru, penulis menemukan perubahan sikap para guru setelah diberikan wawasan baru: dari enggan menjadi antusias.
Penulis juga menceritakan betapa pentingnya menyadari golden moment dalam belajar. Momen ketika seseorang menyadari bahwa dirinya sedang berkembang dan tidak lagi sama dengan dirinya kemarin. Di sinilah transformasi dimulai.
Sayangnya, tidak semua siap berubah. Banyak yang terjebak dalam zona nyaman, bahkan enggan melihat perlunya pembaruan. Dunia industri pun mengalami hal serupa: pekerjaan lama tergantikan oleh teknologi dan tuntutan zaman. Begitu pula dunia pendidikan, di mana sistem, metode, hingga kompetensi guru harus bertransformasi.
“Anda mesti 100% dari lambat yang tak pernah Anda lakukan.” – kutipan Wayne Gretzky yang ditampilkan dalam buku ini menjadi penutup reflektif. Bahwa lebih baik melakukan perlahan namun pasti, daripada tidak pernah memulai sama sekali.


